Gemuruh angin di tengah terik matahari menambah suasana kemarau yang belum usai di kawasan Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Empat kecamatan dengan luas 5.000 hektar yang digenangi tiga tahun ke belakang kini nampak ke permukaan akibat penyusutan sejauh 300 meter debit air dampak dari kemarau panjang ini.
Waduk terbesar kedua di Indonesia dengan kapasitas daya tampung air 979,5 juta meter kubik, yang menenggelamkan 28 desa mulai terasa surut pada bulan Maret lalu menyajikan pemandangan sebuah desa yang sempat hilang dan menjadi destinasi sejarah bagi warga untuk mengingat ulang kisah sewaktu hidupnya dahulu sebelum tergenang.
Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja menjadi bukti adanya kehidupan di masa lampau yang kini kembali muncul ke permukaan menyisakan puing-puing bangunan yang nampak kokoh meski telah digenangi tiga tahun lamanya, pohon kering berdiri tegak, bangunan sekolah yang hanya tinggal sejarah layaknya Pripiyat di Ukraina yang hanya menyisakan bangunan tanpa penghuni.
Namun kini kemunculannya desa yang sempat hilang ini tak hanya menjadi memoar warga untuk mengingat kisahnya di masa lampau, sebagian warga memanfaatkannya dengan mencari penghasilan tambahan dari puing-puing bangunan, mencari ikan untuk santapan sehari-hari pun dengan kayu bakar untuk dijadikan bahan bakar di sudut rumahnya.
Saksi hidup Desa Cipaku mengatakan “Disini saya dan keluarga pernah tinggal. Ke sini bukan sekedar mencari kayu bakar, tapi mengunjungi bekas rumah saya dulu yang pernah tenggelam itu seperti ziarah di masa lalu,” ujar Titin bekas warga Desa Cipaku sembari berdiri tegap di halaman bekas rumahnnya dulu.
Peristiwa ini bisa saja akan usai tatkala musim hujan tiba, namun setidaknya harapan untuk menyambung hidup masih menggelora di setiap jiwa warga terdampak untuk tetap merajut kisahnya meski dari puing-puing bangunan sekalipun. PHOTO’S SPEAK / Thoudy Badai









