Oleh: Bilal Nugraha Ginanjar
Suara tawa sungguh mewarnai suasana kelas di pagi hari itu. Senyuman lebar terpampang dari raut wajah Elsa (30) saat ia mengikuti kegiatan belajar bersama teman temanya. 30 Tahun bukanlah usia yang muda bagi Elsa. Namun usia baginya hanyalah sebuah angka semata, kemampuan otak pada motorik dan sensoriknya tetap sebatas anak usia batita. Hal tersebut diakibatkan karena lumpuhnya otak sehingga terdapat gangguan pada otot, gerak, dan koordinasi tubuh, atau biasa disebut Cerebral Palsy.
Di Indonesia sendiri, angka kelahiran Cerebral Palsy cukup tinggi, yakni 2 hingga 5 kasus dari setiap 100 ribu kelahiran, sehingga tidak sedikit orang tua atau kerabat yang tidak tahan untuk merawat keluarga mereka yang mengalami Cerebral Palsy. Sebanyak 27 anak penderita Cerebral Palsy dan disabilitas ganda, tinggal di Wisma Tuna Ganda Palsigunung, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Di wisma inilah mereka menghabiskan waktu bersama-sama hingga mendapatkan kehangatan.
Berbeda dengan Elsa, Yunas (33) dan Lena (39) kemampuan motorik dan sensorik mereka dapat berkembang di atas rata-rata. Yunas contohnya dia dapat menuntun teman-temannya berjalan dari kamar hingga ke ruang kelas. Sedangkan Lena dia berkembang seakan menjadi kakak bagi teman-temannya kegiatan seperti mengganti pakaian anak-anak lainya, hingga menyuapi makan siang dia lakukan selayaknya seorang kakak kepada adiknya.
Mereka semua beraktifitas selayaknya anak-anak biasa, dari mulai belajar, bermain hingga menonton tv bersama sama di hari libur. Kehangatan keluarga yang tidak mereka dapatkan di keluarga sebelumnya, mereka dapatkan di keluarga baru mereka.
“Kita dipanggil untuk mengasihi allah dan sesama” sebuah kalimat yang terdapat pada seragam merepresentasikan bagaimana mereka saling mengasihi sesama.







