Rantau Dalam Bayang Rasis

oleh Redaktur Photos Speak

Rantau Dalam Bayang Rasis

oleh Redaktur Photos Speak

Oleh: Nur Ainun

Sudah lama stereotip mengenai warna kulit, bentuk fisik, perbedaan ras dan suku merupakan penyakit yang sulit sembuh di lingkungan sosial masyarakat kita. Barangkali soal guyub memang lah barang mahal.

Sekalipun protes anti rasisme seperti Black Lives Matter hingga Papuan Lives Matter masif dideklarasikan sebagai bentuk akumulasi kemarahan terhadap diskriminasi rasial yang melanggar hak manusia. Nyatanya, orang-orang masih sulit membunuh sifat rasisme dalam diri mereka.

Bayang-bayang rasisme itu begitu merontokan mental bagi mereka yang tidak sesuai dengan standar mata orang-orang fasik. Tidak terkecuali bagi manusia yang lahir dari rahim tanah papua.

Sebut saja Alfin, perempuan 22 tahun lahir di Papua. Demi pendidikan yang lebih layak, ia memilih merantau. Dengan harapan besar, berangkatlah Alfin melihat dunia yang berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Kota Kembang dipilih Alfin untuk menanamkan harapan; menjadi manusia yang bermartabat.

Tapi kota yang pernah menelurkan para reformis ini tidak selalu ramah. Segala sifat liar manusia justru membuncah di sini. Sialan memang! Apalagi kontruksi sosial yang telah terbangung jadi sekat-sekat yang berujung rasisme dan diskriminasi. Oleh karena itu, Alfin mahfum, sulit meyakinkan manusia lain tentang manusia itu setara.