“Dengan berjalan kaki, saya mampu memaknai setiap hela nafas kehidupan ini”
Memulai perjalanan dari Sumatera Selatan, Muhammad Ali yang akrab disapa Ahmat telah menempuh jarak ribuan kilometer hingga saat ini sampai di Bandung. Dengan menenteng kotak kecil bertuliskan “Pijat Urat P. Ahmat N2”, Ahmat melakoni profesi sebagai refleksionis atau pemijat. Selama delapan tahun terakhir ini lewat kemampuan dan jasa pijatnya Ahmat meniatkan untuk menolong orang.
Sudah tak terhitung jumlah pasien yang menggunakan jasa pijatnya. Tak tanggung-tanggung dari Pulau Sumatera, Jawa hingga Bali, Ahmat berjalan kaki hanya untuk sekedar menafkahi hidupnya dari urusan pijat memijat. Bahkan nama usaha yang disematkan pada kotak peralatan pijatnya, Ahmat dapatkan dari seorang ustadz yang pernah dipijatnya di Nusa Dua, Bali.
Ahmat tak pernah mempersoalkan dimana dia tinggal selama perjalanan yang ditempuhnya. Beristirahat di emperan toko pun tak jadi masalah Selama dia akan merasa nyenyak usai “buka praktek” pijatnya, tidur beratap langit pun kerap ia jalani. Bagi sebagian orang, hal ini pasti menyesakkan dada. Tapi tidak bagi Ahmat, seorang pejalan kaki yang pantang menyerah untuk terus menebar manfaat dari profesinya.
Menjadi tukang pijat adalah jalan hidup bagi Ahmat. Dia meyakini untuk mendapatkan kebaikan, maka harus menanam kebaikan. Bagi Ahmat, menjadi seorang pemijat dari satu kota ke kota lain tak lantas dia larut dalam urusan dunia. Ahmat kerap menyempatkan membaca Al-Qur’an yang disisipkannya dalam kotak peralatan pijat.
“Saya yakin dengan membaca Surat Yasin ketika senggang atau sempit akan mempermudah saya, meski dalam keadaan lapar atau lelah, saya selalu baca ini, dan buah dari semua itu kadang tak masuk akal, buktinya saya bisa menempuh ribuan kilometer dengan berjalan kaki,” ujar Ahmat.
Bagi Ahmat hidup sederhana adalah sebuah pilihan. Menebar manfaat dengan ilmunya adalah sebuah keyakinan. Cita-citanya satu, Ahmat ingin berhaji bersama orangtua dan kakek neneknya. Sebuah keinginan mulia dari seorang tukang pijat yang mengagungkan perjalanan. Ahmat percaya kemana pun kakinya melangkah pulang ke rumah adalah tujuan akhirnya. PHOTO’S SPEAK / Thoudy Badai











